JAKARTA – Setiap 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Ada sejumlah tokoh yang paling berjasa di balik pertempuran 10 November 1945.
Peristiwa bersejarah yang terjadi di Surabaya itu menjadi momentum saat pahlawan mempertahankan Surabaya dari serangan Inggris. Perjuangan 10 November itu terjadi karena sebuah kesalahpahaman antara sekutu yang berada di Surabaya dengan warga sekitarnya. Seharusnya terjadi gencatan senjata dan tidak ada korban jiwa sama sekali, namun karena salah mengartikan informasi dan informasi tersebut tidak merata, makah meletuslah perang antara sekutu dengan arek-arek Suroboyo (panggilan warga Surabaya).
Dalam mempertahankan serangan sekutu, ternyata ada 5 tokoh pahlawan yang sangat dikenal saat perjuangan 10 November ini juga lho! Penasaran siapa saja? Berikut adalah 5 tokoh pahlawan yang dikenal saat perjuangan 10 November dirangkum oleh Okezone, Jumat (10/11/2023).
BACA JUGA:
Tokoh Pahlawan 10 November
1. Bung Tomo
Sutomo atau dikenal dengan sebutan Bung Tomo lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920. Selama pertempuran, Bung Tomo membangkitkan motivasi perjuangan rakyat Surabaya melalui pidatonya. Frasa “merdeka atau mati” yang diucapkannya menjadi pemantik semangat para pejuang.
2. Gubernur Suryo
Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo merupakan Gubernur Jawa Timur yang memainkan peranan penting dalam hal komunikasi untuk meminta bantuan kepada para pemimpin. Salah satu pidatonya yang terkenal bertajuk “Komando Keramat.”
BACA JUGA:
3. Mayjen Sungkono
Mayjen Sungkono adalah Komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bertanggung jawab atas pertahanan di seluruh kota. Dia memberikan komando kepada pejuang melalui pertemuan langsung dan pidato yang disiarkan radio.
4. KH Hasyim Asy’ari
Hasyim Asy'ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa tersebut dianggap menginspirasi pidato Bung Tomo.
BACA JUGA:
5. Ir. H. Soekarno
Walaupun menjadi presiden saat itu, namun Soekarno juga membantu dalam perundingan dalam keributan di Surabaya. Waktu itu terjadi pelucutan senjata bagi para milisi Indonesia dan milisi menolak pelucutan tersebut, sehingga terjadilah konflik dan Soekarno mengajak D.C. Hawthorn untuk berunding untuk gencatan senjata ini.
(Dani Jumadil Akhir)