Sebab, Mitigasi bencana menurut Totok materinya tidak banyak.
"Bisa jadi ekstrakulikuler, misalnya sebulan sekali atau dua Minggu seminggu sekali itu sudah cukup tapi bentuknya tidak selalu mata pelajaran," katanya.
Dia pun menuturkan bahwa pendidikan mitigasi bencana yang diberikan tak bisa disamakan seperti kurikulum.
Sebab, setiap wilayah di Indonesia memiliki potensi bencana yang berbeda-beda.
"Bencana itu, kalau pun ada mata pelajaran bencana itu harus dibuat sesuai dengan kondisi daerah, misalnya wilayah pegunungan dikasih materi soal tsunami kan gak bisa gitu juga daerah laut diajarin Gunung Merapi ya gak bisa gitu, Harus sesuai kebutuhan wilayah," jelasnya.