BALI - Pandemi Covid-19 mengajarkan banyak hal, utamanya saling memperhatikan satu sama lain. Tidak hanya soal makanan dan kesehatan, tapi sampai pada pendidikan anak-anak turut diperhatikan.
Selama pandemi, anak-anak seluruh Indonesia harus menempuh pembelajaran dari rumah. Namun yang jadi perhatian tidak semua anak bisa mengikuti pola tersebut, karena keterbatasan teknologi dan jaringan internet yang belum memadai.
Hal ini pun dirasakan anak-anak di Desa Pemuteran, Buleleng, Bali. Selama pandemi, anak-anak Pemuteran banyak yang tak bisa sekolah, bahkan memilih putus sekolah karena sulit untuk belajar online.
Kisah dan kondisi desanya pun dibagikan Gede Andika. Pemuda asal Desa Pemuteran, harus kembali ke kampungnya selama pandemi karena kantornya menerapkan work from home.
Baca Juga:Â Saatnya Anak Muda Bangkit Bersama untuk Indonesia Bersama Astra
Selama kerja dari rumah, banyak masyarakat desa yang biasanya bekerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif mendadak berhenti kerja karena pandemi. Alhasil, warga desanya kembali ke pekerja awal menjadi nelayan dan bertani.
"Di sini saya coba melakukan studi awal untuk mengetahui apa yang terjadi pada desanya karena pandemi . Saya lihat juga banyak pola pikir orang tua di desa bahea pendidikan bukan utama. Sehingga saat ada perubahan belajar online, ya sudah anak-anak di desa diminta membantu ke laut, ke sawah," tuturnya, Bali, Selasa (22/11/2022).
Karena sudah membantu orang tua yang kembali menjadi nelayan dan petani, banyak anak desa memutuskan berhenti sekolah.
Di sinilah titik awal, dirinya merasa terdorong untuk membantu masyarakat terutama anak-anak di desa supaya bisa mendapatkan ilmu pendidikan. Dirinya pun memutuskan untuk membuka kelas pembelajaran di desanya.
Baca Juga:Â Harapan Pemulihan Ekonomi dengan Mengasah Skill Anak Muda Bersama Astra
"Saya tidak mau adik saya berhenti sekolah, akhirnya dengan tekad kuat awalnya kerja di rumah dan saya dapat beasiswa ke Inggris, jadi tidak diambil. Saya mau mereka tetap sekolah. Saya percaya pendidikan harus diperjuangkan, karena ini menjadi salah satu cara bangkit dari keterpurukan," ujarnya.
Dengan membatalkan beasiswanya ke Inggris, Dika mulai memberi pelajaran yang dinamakan Kredibali (Kreasi, Edukasi, Bahasa dan Literasi).
"Jadi misi saya pertama pendidikan, kedua lingkungan dan kemanusiaan. Saya bangun Kredibali untuk membantu anak-anak putus sekolah, karena tidak dipungkiri kondisi pendidikan Bali masih banyak ketimpangan," ujarnya.
Adapun pembelajaran utama yang diberikan adalah Bahasa Inggris. Belajar Bahasa Inggris menjadi penting karena Bali dengan ragam wisata dan banyaknya turis asing berkunjung.
"Saya masuk supaya anak-anak biasa ngomong sama turis di Desa Pemuteran. Alasan kedua, input baik multiplier effect ke sekitar," ujarnya.
Follow Berita Okezone di Google News