JAKARTA - Sejak pecahnya tragedi G30SPKI, paham komunis dianggap sebagai aib dan dilarang di Indonesia. Banyak tokoh komunis yang ditangkap dan diberantas.
Buku-buku Marxisme dibakar dan dilarang beredar pada masa Orde Baru. Namun, ada sejumlah tokoh komunis yang justru menerima anugerah gelar pahlawan nasional.
Pemikiran dan usaha dalam memperjuangkan kata “Merdeka” mengharumkan nama mereka. Berikut ini adalah dua tokoh yang berbeda pendapat mengenai pemberontakan 1926/1927 terhadap Belanda.
1. Tan Malaka
Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia (RI) yang terlupakan. Namanya jarang terdengar namun jasanya terasa hingga sekarang.
Tan Malaka adalah tokoh pejuang Indonesia yang lahir pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang, Sumatera Barat. Dia terlahir dengan nama asli Sutan Ibrahim.
Dia adalah anak dari pasangan HM Rasad dan Rangkayo Sinah. Nama Tan Malaka ia dapatkan berkat garis bangsawan dari ibunya.
Tan Malaka bergabung dengan Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV), yang kemudian berubah menjadi Partai Komunis Indonesia.
Bahkan, Tan pernah menjadi ketua dari partai tersebut. Tan Malaka terkenal aktif mengirim tulisan yang berisi penderitaan pribumi ke berbagai surat kabat.