JAKARTA- Mahasiswa IPB dari Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Mukhamad Khirzan Adil Wafi melakukan penelitian tentang penggunaan ikan lele yang tidak memenuhi syarat untuk diolah menjadi abon di Boyolali.
Ikan lele ukuran besar biasanya tidak memenuhi syarat untuk disortir dan memiliki nilai jual rendah. Oleh karena itu, warga Boyolali menjadikan lele besar ini menjadi abon. Abon ikan lele ini sudah menjadi salah satu oleh-oleh dan ikon kota Boyolali.
Baca Juga: Rektor IPB Berpantun Soal Turbulensi Pesawat Saat Wisuda
Dalam penelitiannya, Adil membandingkan nilai bisnis pengolahan abon lele dari penggunaan teknologi tinggi dan bisnis pengelolaan abon dengan teknologi rendah. Bisnis pengolahan teknologi tinggi memiliki rasio nilai tambah 58,12%, sedangkan bisnis pengolahan teknologi rendah memiliki rasio nilai tambah 21,39%.
"Bisnis pengolahan teknologi tinggi memiliki rasio nilai tambah 58,12%, sedangkan bisnis pengolahan teknologi rendah memiliki rasio nilai tambah 21,39$. Teknologi memengaruhi efektivitas produksi dan meningkatkan nilai jual ikan parut," jelasnya, seperti dilansir dari situs resmi Institut Pertanian Bogor (IPB), Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Masing-masing UMKM memiliki sendiri cara dan teknologi dalam pengolahan sehingga output yang dibuat juga akan berbeda antara UMKM satu dengan yang lainnya. Output yang berbeda ini akan menghasilkan nilai tambah dan profitabilitas bisnis yang berbeda dari setiap UMKM.
Baca Juga: IPB Borong Banyak Penghargaan Selama Oktober
Menurutnya, bisnis pengolahan dengan teknologi rendah hanya mampu menghasilkan paling banyak 80 kilogram ikan lele dalam satu produksi. Berbeda dengan bisnis pengolahan berteknologi tinggi yang mampu menghasilkan sebanyak 150 kilogram dalam satu produksi.