JAKARTA - Kuantitas dan kualitas penelitian menjadi salah satu faktor penentu kemajuan sebuah bangsa. Di Jepang, pemerintah mengalokasikan 3,47 persen Gross Domestic Product (GDP) untuk mendukung penelitian. Jerman membelanjakan 2,85 persen dari GDP, sementara Indonesia berdasarkan Bank Dunia pada 2013 hanya mengalokasikan 0,08 persen GDP untuk hal penelitian.
Data tersebut menunjukkan adanya suatu kebutuhan bagi Indonesia untuk meningkatkan jumlah penelitian dan inovasi. Begitu juga dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi. Oleh karena itu, melalui Tanoto Student Research Award (TSRA), para mahasiswa dari kampus mitra Tanoto Foundation diberi kesempatan untuk melakukan penelitian di bidang pertanian, teknologi, dan lingkungan hidup.
Lima perguruan tinggi yang menjadi mitra Tanoto Foundation tersebut, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Sumatera Utara (USU), dan Universitas Hasanuddin (Unhas). Tahun ini, ada sekira 150 judul penelitian yang difasilitasi oleh TSRA.
"Untuk dana penelitian sebenarnya tersedia banyak di perguruan tinggi. Namun ada gap pada penelitian untuk mahasiswa, sehingga masih kurang. Padahal budaya riset harus didukung sejak jadi mahasiswa," tutur Ketua Pengurus Tanoto Foundation, Sihol Aritonang di Annex Building, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Dia mengungkapkan, ada dua poin yang harus ditingkatkan dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Pertama, adalah meningkatkan akses pendidikan. Sedangkan kedua yakni meningkatkan kualitas melalui riset dan penelitian yang aplikatif.
"Tanoto Foundation dalam akses pendidikan mendukung melalui pemberian beasiswa. Sementara melalui Tanoto Student Research Award untuk meningkatkan kualitas, mengingat banyak mahasiswa punya penelitian yang menarik. Beberapa di antaranya sudah kami undang di sini," sebutnya.
Penelitian, imbuh Sihol, harus didorong agar aplikatif sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Sementara Wakil Rektor III Unhas, Abdul Rasyid menuturkan, TSRA menjadi wadah bagi akademisi dan industri untuk bertemu dan saling bertukar pikiran.
"Ini ruang mereka juga untuk jadi entrepreneur. Penelitian-penelitian ini punya potensi untuk terhilirisasi ke industri," tukasnya. (ira)
(Rifa Nadia Nurfuadah)