JAKARTA - Selain belajar, kuliah di luar negeri juga menjadi kesempatan bagi para mahasiswa internasional untuk jalan-jalan. Biasanya, momen akhir pekan atau libur sekolah menjadi waktu yang tepat untuk menjelajah kota, bahkan negara-negara di sekitarnya.
Seorang mahasiswa Indonesia di Turki, Yafiq Mursyid, sengaja meluangkan waktu senggangnya untuk mencari pengalaman baru, salah satunya dengan travelling. Kondisi negara Turki yang rawan konflik tidak menyurutkan minatnya menjelajahi berbagai tempat dan kota baru. Mahasiswa S-2 Istanbul University itu mengatakan, untuk berpergian jauh dia memilih menunggu libur panjang, seperti libur musim panas atau musim dingin.
"Kalau akhir pekan saya lebih sering menghubungi keluarga atau ikut acara kampus dan perhimpunan. Soalnya saya gampang bosan kalau tidak ada kegiatan. Saat libur panjang baru travelling," ucapnya kepada Okezone, baru-baru ini.
Yafiq menceritakan, saat libur musim dingin kemarin dia sempat mengunjungi wilayah utara Turki, yakni daerah Sumsun, Trabzon, Ankara, dan Keyseri. Sedangkan untuk ke daerah pantai, mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama tersebut harus menunggu musim panas karena di musim dingin suhu air laut juga ikut turun.
"Giliran waktu musim panas saya lebih memilih travelling ke luar Turki, yaitu ke Mesir, Yunani, Georgia, dan Armenia," terangnya.
Dari berbagai tempat yang pernah dikunjungi, Trabzon menjadi tempat yang paling berkesan bagi Yafiq. Menurut dia, kawasan di sana masih sangat alami. Selain itu, Trabzon juga memiliki banyak bangunan bersejarah peninggalan kekaisaran Bezantin Romawi yang masih terawat.
"Perpaduan pemandangannya seperti di Swiss. Ditambah makanan enak dan orang-orang yang sangat ramah. Bukit-bukit kecil yang kuncupnya masih bersalju semakin membuat saya kagum," tutur penerima beasiswa Pemerintah Turki tersebut.
Sedangkan berdasarkan pengalamannya menjelajah negara-negara di luar Turki, Mesir dan Yunani menjadi negara favoritnya. Kedua negara itu, imbuh dia, memiliki peninggalan sejarah yang bagus dan masih terawat sampai sekarang.
"Saya hanya bisa membayangkan, bagaimana caranya orang-orang pada masa itu bisa membuat bangunan yang besar tanpa alat-alat canggih seperti sekarang. Pokoknya itu yang menurut saya paling berkesan," tutupnya.
(Rifa Nadia Nurfuadah)