SBM ITB Bahas Industri Otomotif Nasional, Datangkan Perusahaan Lokal Jawa Barat

Arif Budianto, Jurnalis
Rabu 22 Februari 2023 11:25 WIB
Ilustrasi/Istimewa
Share :

 

BANDUNG - Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) mendatangkan pelaku industri otomotif nasional pada acara bedah buku berjudul 'Transfer Teknologi untuk Inovasi: dari Riset ke Industri'.

Beberapa narasumber yang hadir diantaranya Ibnu Susilo yang merupakan Founder & CEO FIN Komodo, Joko Sarwono yang merupakan Ketua Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB.

Diketahui, FIN Komodo merupakan perusahaan otomotif lokal berlokasi di Kota Cimahi Jawa Barat yang memproduksi mobil off-road. Ibnu Susilo mengungkapkan bahwa ide pengembangan fin komodo ini dilatarbelakangi oleh ide untuk menghubungkan desa melalui pengembangan kendaraan yang setangguh jeep dan senyaman sedan.

Dari sinilah, Ibnu bertekad mengembangkan mobil yang sepenuhnya dikembangkan oleh engineer Indonesia yang dinamai FIN Komodo.

FIN merupakan akronim dari Formula Indonesia dan Komodo diambil dari hewan yang hanya ada di Indonesia.

Di awal pengembangan, Ibnu mengungkapkan bahwa di masa awal ini susah untuk mendapatkan pembiayaan dari Bank di mana pada saat itu ditolak.

Beruntungnya Ia mendapatkan projek yang bisa membantu pendanaan awal.

“Untuk mendanai awal pengembangan purwarupa, saya mengerjakan proyek pengembangan bagian pesawat di Malaysia. Modal itulah yang membantu di masa-masa awal pengembangan FIN Komodo," ungkap Ibnu.

Ibnu mengatakan bahwa hal penting dalam pengembangan industri adalah komponen brainware yang terletak di manusianya. Makanya di awal, Ibnu melalui FIN membina sampai puluhan UKM guna dapat menyuplai pengembangan FIN komodo sampai tahapan produksi.

Saat ini perusahaan ini sudah berusia 17 tahun di mana mobil yang dikembangkan sudah memasuki generasi kelima sejak 2005 pertama kali dikembangkan. “Pengembangan industri berbasis teknologi terletak pada orangnya atau brainware-nya”, tambah Ibnu.

Sementara itu, Joko Sarwono menceritakan tentang bagaimana tantangan pengembangan riset dan inovasi di kampus dengan mengambil best practice dari Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK). Dia mengungkapkan bahwa LPIK menerapkan 3 kefokusan yaitu riset inovasi yang diukur dari tingkat kematangan teknologi (Technology Readiness Level-TRL), pengembangan kewirausahaan, dan kantor transfer teknologi (Technology Transfer Office-TTO).

Selanjutnya Joko mengutarakan hambatan inovasi di Perguruan Tinggi yaitu di sisi terlalu fokus pada kuantitas dan regulasi yang tidak mendukung.

“Hambatan inovasi di Perguruan Tinggi salah satu diakibatkan karena ukuran inovasi masih terbatas pada KPI (Key Performance Index) di kuantitas. Selain itu juga di regulasi yang belum berpihak. Sebagai contoh ITB telah kembangkan mobil listrik sejak 2010 namun sampai saat ini belum bisa dikatakan berhasil karena dukungan seperti regulasi belum cukup”, ungkap Joko.

Gambaran FIN Komodo dan LPIK ITB seperti yang diungkapkan dua narasumber di atas merupakan bagian dari isi buku berjudul “Transfer Teknologi untuk Inovasi: dari Riset ke Industri”. Buku ini ditulis oleh peneliti dari Management of Technology Laboratory (MoT Lab) SBM-ITB yaitu Eko Agus Prasetio, Uruqul Nadhif Dzakiy dan Dedy Sushandoyo.Beruntungnya Ia mendapatkan projek yang bisa membantu pendanaan awal.

“Untuk mendanai awal pengembangan purwarupa, saya mengerjakan proyek pengembangan bagian pesawat di Malaysia. Modal itulah yang membantu di masa-masa awal pengembangan FIN Komodo," ungkap Ibnu.

Ibnu mengatakan bahwa hal penting dalam pengembangan industri adalah komponen brainware yang terletak di manusianya. Makanya di awal, Ibnu melalui FIN membina sampai puluhan UKM guna dapat menyuplai pengembangan FIN komodo sampai tahapan produksi.

Saat ini perusahaan ini sudah berusia 17 tahun di mana mobil yang dikembangkan sudah memasuki generasi kelima sejak 2005 pertama kali dikembangkan. “Pengembangan industri berbasis teknologi terletak pada orangnya atau brainware-nya”, tambah Ibnu.

Sementara itu, Joko Sarwono menceritakan tentang bagaimana tantangan pengembangan riset dan inovasi di kampus dengan mengambil best practice dari Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK). Dia mengungkapkan bahwa LPIK menerapkan 3 kefokusan yaitu riset inovasi yang diukur dari tingkat kematangan teknologi (Technology Readiness Level-TRL), pengembangan kewirausahaan, dan kantor transfer teknologi (Technology Transfer Office-TTO).

Selanjutnya Joko mengutarakan hambatan inovasi di Perguruan Tinggi yaitu di sisi terlalu fokus pada kuantitas dan regulasi yang tidak mendukung.

“Hambatan inovasi di Perguruan Tinggi salah satu diakibatkan karena ukuran inovasi masih terbatas pada KPI (Key Performance Index) di kuantitas. Selain itu juga di regulasi yang belum berpihak. Sebagai contoh ITB telah kembangkan mobil listrik sejak 2010 namun sampai saat ini belum bisa dikatakan berhasil karena dukungan seperti regulasi belum cukup”, ungkap Joko.

Gambaran FIN Komodo dan LPIK ITB seperti yang diungkapkan dua narasumber di atas merupakan bagian dari isi buku berjudul “Transfer Teknologi untuk Inovasi: dari Riset ke Industri”. Buku ini ditulis oleh peneliti dari Management of Technology Laboratory (MoT Lab) SBM-ITB yaitu Eko Agus Prasetio, Uruqul Nadhif Dzakiy dan Dedy Sushandoyo.

(Natalia Bulan)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya