Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Gen Z Terancam Fenomena Underload karena Ketergantungan AI 

Rani Hardjanti , Jurnalis-Kamis, 06 November 2025 |15:21 WIB
Gen Z Terancam Fenomena <i>Underload</i> karena Ketergantungan AI 
Gen Z Terancam Fenomena {Underload} karena Ketergantungan AI 
A
A
A

JAKARTA - Banyak Gen Z menggunakan artificial intelligence atau (AI) di segala aktivitasnya. Namun  di balik kecanggihan teknologi, ada bahaya yang mengintai. 

Guru Besar UGM dan Pemerhati Rekayasa Perangkat Lunak Prof. Ridi Ferdiana menjelaskan dampak seringnya penggunaan Ai bisa berdampak pada fenomena underload. Yaitu, berkurangnya kemampuan otak dalam berpikir. 

Hal ini dapat berisiko pada penurunan kemampuan berpikir kritis, daya ingat, serta terjadi efek brain rot karena otak jarang diasah. 

“Jadi critical thinking dan aspek memorize menurun, makanya yang paling gawat terjadi efek brain rot terjadi karena malas mikir dan dikit-dikit jadi tanya ke AI,” ungkapnya, seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (6/11/2025). 

Menurutnya, setiap generasi memiliki pola adaptasi yang berbeda dalam menghadapi teknologi, khususnya pada perkembangan AI saat ini. 

Ia menyebut, generasi X  dan baby boomers sebagai digital immigrant yang belum memiliki kapasitas menyeluruh dalam mengadaptasi AI serta cenderung memandang bahwa AI hanya sebatas pada alat bantu kerja. 

Sementara itu, bagi generasi Z memandang AI sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, generasi milenial berada di posisi tengah yang hampir mirip dengan generasi Z, tetapi seperempat hidupnya dijalankan menggunakan bantuan teknologi.

“Generasi X dan baby boomers saat ini bukan ada di tahap produktif lagi, melainkan ada di tahap lebih banyak bersosialisasi dan berempati. Sehingga penggunaan AI hanya sebatas tools saja seperti halnya Microsoft Word atau Excel, namun bagi generasi Z dan Millennial, hal ini sudah menjadi disruption yang mengubah kehidupan,” jelasnya.

 

Prof Rini menyebut, perkembangan teknologi AI telah menyebabkan adanya pergeseran perilaku antargenerasi. Saat ini generasi muda sudah tidak lagi mengandalkan search engine untuk menemukan jawaban, melainkan banyak yang beralih pada AI. 

Hal ini tidak hanya sebatas pada adanya pergeseran teknologi, tapi sudah mengalami pergeseran budaya yang mengubah cara generasi muda dalam menjalankan aktivitasnya.

Ridi menekankan generasi muda perlu bijak dalam menggunakan AI agar tidak sepenuhnya dikendalikan oleh teknologi. Ia memperkenalkan konsep ERA, singkatan dari Esensial, Rating dan Applicable yang merupakan tiga prinsip penting sebagai pedoman etika dan literasi digital generasi muda. Tiga konsep ERA ini mencakup Esensial yang menekankan dalam mencari pengetahuan dasar harus tetap menggunakan buku sebagai sumber acuan ilmiah, bukan langsung menggunakan AI. Selanjutnya ada Rating yaitu perlunya berpikir secara kritis dalam mempertimbangkan keputusan, baru memanfaatkan AI untuk bertanya tentang opini dari keputusan tersebut. Hal ini diperlukan demi menjaga kemampuan analisis dan memilah keputusan dari diri sendiri. Lalu terakhir Applicable yang memanfaatkan AI sebagai alat bantu dalam memperbaiki dan menyelesaikan tugas, namun dengan catatan bahwa tahapan Esensial dan Rating sudah dipahami dengan baik.

Dengan memanfaatkan ketiga pendekatan ini, Ridi berharap AI dapat digunakan secara bijak, sehingga generasi muda dapat tetap menjaga kemampuan berpikir kritis di era gempuran teknologi digital saat ini. “Dari situ kita menjadikan generative AI sebatas partner kita, bukan menggantikan peran kita untuk menyelesaikan permasalahan secara penuh," pungkasnya.

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement